Jumat, 22 Desember 2017

Kisah Para Nabi Dalam Alquran




Mengapa memberi tahu anak-anak lebih efektif dengan cara mendongeng? Sebab siapa pun tak suka digurui termasuk anak-anak. Metoda pengajaran untuk anak-anak usia pra sekolah paling efektif lewat mendongeng. Sebuah pesan lebih mudah sampai melalui cerita dibandingkan dengan memberi tahu mereka secara langsung. 

Begitu pula jika orang tua ingin menyampaikan teladan para nabi kepada anak-anak. Keimanan para nabi akan lebih mudah ditangkap oleh anak-anak apabila disampaikan melalui cerita. Adalah buku 30 Kisah Bersama Para Nabi bercerita tentang nabi yang dikemas dalam bentuk dongeng. 

Apa yang menarik?
Kisah pertama tentang Berguru Pada Nabi Khidir. Kisah ini tentang Nabi Musa yang begitu bersemangat berguru pada Nabi Khidir. Saking semangatnya, terkadang Nabi Musa terkesan kurang sabar. Ini disampaikan Nabi Khidir dalam surat Al Kahfi ayat 66-70. “Sungguh engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku. Dan bagaimana engkau akan bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu...” Kisah yang sebenarnya cukup serius ini, berubah menjadi cerita yang ringan, mengalir, dan disampaikan tanpa ada unsur menggurui. Di akhir kisah, pembaca anak-anak diajak mengingat peristiwa yang terjadi melalui lembar aktivitas yang harus diisi. Ini sungguh seru, di mana anak-anak belajar dengan cara menyenangkan.

Begitu pula kisah tentang Ismail, Sabar Memenuhi Perintah Allah. Dijelaskan bagaimana sikap Ismail kecil saat mendengar perintah Allah SWT yang disampaikan oleh ayahanda, Nabi Ibrahim As. Betapa Ismail sabar dan taat saat mengetahui dirinya harus disembelih oleh orang tuanya. Tidak sedikitpun takut apalagi ingin berlari. Ismail bersedia disembelih ayahnya jika memang ini adalah perintah Allah SWT. Lewat kisah ini anak-anak belajar tentang ketaatan pada orang tua dan Allah SWT.

Buku setebal 154 halaman ini sarat dengan ayat-ayat Alquran. Kisah-kisah dalam buku ini disertai kutipan ayat. Ini sangat membantu orang tua jika muncul pertanyaan dari sang buah hati. Dengan demikian bukan si anak saja yang belajar, orang tua pun ikut menambah pengetahuan dan pemanahan.

Mengapa harus memiliki buku 30 Kisah Bersama Para Nabi?
Buku yang ditulis dengan apik oleh Dedeh Sri Ulfah ini bisa mempererat hubungan orang tua dengan anak, merangsang daya imajinasi anak, dan mengajarkan pesan kebaikan. Perintah bersabar dalam segala sesuatu, mentaati perintah Allah SWT tanpa penawaran, ikhlas dalam menerima ketetapan Allah SWT, larangan untuk berputus asa, dan masih banyak lagi.

Kisah lainnya seperti Kecerdasan Nabi Sulaiman, Bayi Ajaib yang Dapat Berbicara, Keberanian Nabi Daud, Bertasbih dalam Perut Ikan Paus, Nabi Zakaria Sabar Menanti Keturunan, juga tak kalah seru. Semua disampaikan dalam bentuk cerita dengan ilustrasi berwarna dan menarik sehingga anak lebih nyaman menerima pesan di dalamnya.

Di mana bisa membeli buku ini?
Buku terbitan PT Elexmedia ini bisa diperoleh di toko buku terdekat, situs online, maupun melalui penulisnya langsung, Dedeh Sri Ulfah (bonus tanda tangan penuh cinta untuk sang buah hati). Jadi, tunggu apalagi? Segera miliki buku seharga Rp94.800,00 ini. Saatnya para orang tua lebih dekat dengan buah hati melalui bercerita bersama.


Sabtu, 09 Desember 2017

12 Jurus Sakti Penulis



Judul   : Ternyata Menulis Itu Gampang
Nama Penulis  : Indari Mastuti
Penerbit           : Samudera
Tahun Terbit        : 2011
Jumlah Halaman : 152 halaman
ISBN                   : 978-979-1256-30-8
Harga Buku         : Rp21.000,00

Siapapun bisa menulis. Menulis bukan ditentukan oleh bakat. Meskipun tidak dipungkiri bahwa seseorang yang punya bakat menulis akan lebih cepat memahaninya. Motivasi menulis seseorang bermacam-macam. Ada yang ingin terkenal lewat menulis. Ada yang ingin menyampaikan buah pikiran. Ada yang menjadikan kegiatan menulis sebagai terapi menghilangkan emosi negatif. Dan masih banyak lagi.

Indari Mastuti, penulis buku yang namanya tidak asing di dunia literasi mencoba memaparkan 12 kemudahan atau 12 jurus sakti dalam memulai menulis. Masing-masing jurus dijelaskan dengan rinci. Penulis pemula yang sering mengeluh pusing di awal belajar menulis bisa bernapas lega. “Well, untuk para penulis pemula, lupakanlah teori! Menulislah dengan gaya Anda sendiri dan jangan pernah terbebani dengan apapun. Menulis, ya, menulis…” (hlm 15)

Pada jurus sakti ke-5 Indari menjelaskan bahwa tak perlu menjadi penulis idealis. Penulis idealis adalah penulis yang ingin karyanya selalu sempurna, yang berkarya hanya pada tema yang diyakini itulah yang terbaik. Tema lain dianggapnya kurang menarik. Ciri-ciri penulis idealis di antaranya menulis tanpa memerhatikan kebutuhan pasar, tidak suka campur tangan pihak lain, tidak begitu memikirkan imbalan menulis. Baginya, kesempurnaan karya adalah yang utama. Sementara itu, ciri-ciri penulis industrial adalah kebalikan penulis idealis. Indari menyarankan, di awal karir penulisan sebaiknya penulis pemula berhenti berpikir idealis.

Selain jurus sakti yang bersifat teknis, ada satu jurus yang membuat pembaca berpikir dan merenung. Disampaikan oleh penulis yang produktif menulis dan punya bisnis training kepenulisan ini bahwa menulis sebagai salah satu jalan menuju surga. “Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqarah [2]: 112). Adalah Imam Al-Baihaqi, penulis produktif buku akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Kebayang oleh kita amal jariyah atas karyanya. Begitu pula Imam At-Tirmidzi. Beliau berpulang di usia 70 tahun dengan meninggalkan puluhan kitab yang hingga kini terus dipelajari oleh banyak kalangan. Demikian pula Imam Muslim dan  Imam Asy-Syafi’i. Masya Allah.

Barangkali pembaca akan tercengang saat membaca jurus sakti ke-10. Menulis menjadikan seseorang awet muda. Wow! Di saat sebagian orang sibuk mencari resep awet muda paling ampuh, buku ini justru menyuguhkan solusi awet muda murah meriah. Dengan menulis, seseorang merasa bebas. Lepas dari beban yang menghimpit. Ini memunculkan perasaan lega dan bahagia. Persaan bahagia ini merangsang hormon endorphin, yaitu, senyawa kimia yang dihasilkan tubuh saat sedang bahagia. Hormon ini membuat seseorang berenergi dan mampu meningkatkan kekebalan tubuh.
Selain 12 jurus sakti, buku ini dilengkapi tanya jawab seputar menulis dan penerbitan buku. Setiap pertanyaan dijawab dengan jelas dan detail. Misalnya, banyak ide di kepala tapi kenapa selalu sulit menuangkannya dalam bentuk tulisan. “Coba Anda menulis ide yang paling Anda kuasai untuk dijabarkan dalam bentuk tulisan. Untuk ide lainnya? Catat saja, sebab bisa jadi kelak Anda membutuhkan ide-ide itu untuk bahan tulisan yang lain.” (hlm 135)

Di bagian akhir buku ini menampilkan nama penerbit dan  alamat email sebagai bonus buku. Terdapat 80 lebih nama penerbit beserta emailnya. Saya menyarakan agar pembaca mengecek email yang ingin dituju terlebih dahulu, misalnya dengan say hello pada penerbit, untuk memastikan email tersebut aktif atau tidak.
Buku ini sangat cocok bagi penulis pemula atau penulis yang tengah mengalami kejenuhan berkarya. Semangat Indari dalam mengajak siapapun untuk aktif menulis sungguh terasa di setiap halaman. “Sudah sangat banyak contoh penulis Indonesia yang bisa menjadi kaya dan sejahtera karena tulisan-tulisannya. Misalnya saja, Habiburrahman El-Shirazy dengan novel Ayat-Ayat Cinta, dia mendapatkan royalty lebih dari Rp 1,2 miliar.”

Setelah menutup buku ini, pembaca yang bertekad memulai menulis tidak perlu bertanya-tanya lagi. Bagaimana mengawali menulis? Bagaimana mencari data dan ide? Bagaimana jika tiba-tiba berhenti di jalan? Semua terjawab di buku ini bersama tips dahsyat yang disajikan dengan gaya bahasa khas Indari Mastuti. Santai, singkat, dan jelas.

Tangerang Selatan, 01 Desember 2017
Shainakaf

Ctt: Tulisan ini dibuat sebagai tugas dalam kelas online menulis resensi yang dimentori oleh Kakak kesayangan Fitri Restiana di kelas menulis @joeraganartikel.

Selasa, 07 November 2017

Welcome November

Alhamdulillah.
Alhamdulillah hingga detik ini saya sekeluarga tetap diberikan nikmat sehat, semoga teman-teman juga ya. Kesehatan sungguh sebuah kenikmatan luar biasa. Jadi malu lama ga update blog. Ke mana saya selama ini? Yup beberapa bulan terakhir ini saya sedang semangat-semangatnya belajar. Belajar tentang apa saja yang bermanfaat, yang mudah-mudahan bermanfaat juga bagi sesama.

1. Belajar Nulis
Sejak menceburkan di dunia kepenulisan tahun 2010 alhamdulillah hingga detik ini masih terus belajar. Baik membaca teori maupun praktik menulis. Outputnya berupa karya yang saya kirim ke sejumlah media. Ada yang sukses ditolak ada yang diterima. Alhamdulillah.

2. Belajar Bisnis
Jika dulu belajar bisnis cukup dengan belajar mencari tempat kulakan atau suplier lalu menjual dagangan ke konsumen, maka sekarang harus belajar bisnis online. Jaman telah berubah maka saya merasa harus menyesuaikan keadaan. Harus membekali diri dengan pengetahuan seputar bisnis yang berkembang.

 
Belajar Melukis dan Sukses Belepotan

3. Belajar Menjadi Pribadi Lebih Baik
Sadar jatah umur semakin berkurang, masak iya sich ga buruan taubat? Taubat bener ya bukan soto babat hehehe. Taubat ala-ala saya adalah dengan berusaha membuang hal-hal yang tidak bermanfaat dan menggantinya dengan kebaikan demi kebaikan supaya keberadaan di dunia ini lebih banyak manfaatnya. Akan ada komentar miring sebagian pihak akibat perubahan kebiasaan saya and I don't care. I just wanna be better!

4. Belajar Apa Saja Yang Bermanfaat.
Apa saja? Banyaaaak... hehe mulai lebay. Yang pasti terus berusaha menjadi pribadi yang lebih bermanfaat. Semoga Allah ridha. Semoga Allah memudahkan setiap niat baik kita, aamiin.




Jumat, 29 September 2017

Dulu Dibenci Sekarang Dicari



“Mulai hari ini, Bunda pilih naik kereta api sajalah ke mana-mana, nyaman ternyata. Anti macet, bisa istirahat cukup, dan bisa jalan-jalan kalau badan pegal, hahaha…”

Begitulah kurang lebih kalimat yang saya sampaikan pada anak-anak sepulang perjalanan luar kota. Sebenarnya ini bukan perjalanan pertama naik kereta, sebab di usia kurang lebih lima tahun saya pernah naik kereta dari kota kecil Ngawi ke Jakarta. Namun tidak banyak yang bisa saya kenang di usia balita itu. Saya bisa mengingat hamparan sawah, rumah-rumah penduduk, serta ramainya lalu lintas di luar jendela kaca kereta api, sementara di gerbong kereta saya bisa tiduran sambil memegang botol susu, kala itu.

Sumber Foto: Dokumen pribadi. Kebersihan terjaga di hampir semua stasiun pemberhentian.

 Ada lekat yang menempel di ingatan hingga kini, yakni riuh pedagang sepanjang lorong gerpong, belum lagi jika ada penumpang di ujung depan memanggil pedagang di belakang atau pun sebaliknya. Berisik! Bertambah bising jika para penumpang kompak mengeluh kepanasan di dalam kereta. Sekeping pengalaman kurang menyenangkan dalam kereta ekonomi, di masa kecil itu, ternyata memberi dampak tersendiri bagi saya tentang perjalanan kereta. Naik kereta api jarak jauh itu tidak nyaman, kalimat ini rupanya berdiam lama di alam pikiran saya.

Sejak itu saya enggan naik kereta api. Saya lebih memilih kendaraan umum walaupun sebenarnya naik bus atau mini bus sama berisiknya dengan kereta api jaman kecil dulu. Entah mengapa ada saja rasa gamang jika akan naik kereta api. Bertambah khawatir dan berujung ketakutan  setiap teringat peristiwa luar biasa hebat yang memakan banyak korban beberapa waktu silam. Menurut sumber informasi di fan page kereta api kita, per Agustus 2017 tercatat 266 kecelakaan lalu lintas di pelintasan sebidang. Sementara itu data jumlah penumpang kereta api selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sumber data di Badan Pusat Statistik mencatat terjadi kenaikan jumlah penumpang dari tahun ke tahun. Artinya, tanggung jawab PT Kereta Api Indonesia terhadap keselamatan jiwa para penumpang kereta jauh lebih berat.

Namun rupanya segala bentuk ketakutan naik kereta itu mendadak lenyap oleh sebuah perjalanan dari Jakarta ke Blitar beberapa waktu silam. Ini pun berawal dari “keterpaksaan”. Saya dijadwalkan harus mengisi acara siang hari di Blitar. Jika naik pesawat dari Jakarta turun Surabaya atau Malang, saya masih harus melanjutkan perjalanan darat ke Blitar. Sementara hari berikutnya di jam yang sama sudah harus berada di Jogjakarta. Belum-belum saya sudah membayangkan lelahnya dalam kemacetan dan kurangnya istirahat. Akhirnya saya memutuskan naik kereta.

  Kemudahan Fasilitas
Tiket kereta saya dapatkan dari membeli tiket online di sebuah swalayan yang sudah bekerja sama dangan PT Kereta Api Indonesia. Cukup menyampaikan kota tujuan  pada karyawan swalayan maka munculah sederet nama kereta beserta waktu keberangkatan. Saya menyebut salah satu nama kereta ekonomi,  lalu karyawan meminta data kartu identitas serta nomor telepon saya yang bisa dihubungi, maka sebentar saja saya sudah memegang bukti pembayaran tiket kereta. Semudah ini proses membeli tiket kereta, batin saya heran.

Kereta api yang saya naiki berangkat dari stasiun Pasar Senen pukul 12.00 wib. Saya ikut mengantri pemeriksaan tiket. Saat menyodorkan selembar kertas pada petugas di stasiun, saya diminta mencetak tiket terlebih dahulu. Owh, jadi tiket sementara dari swalayan harus dicetak dulu. Baiklah. Seorang petugas keamanan stasiun memberi arahan tempat cetak tiket. Setengah berlari saya menuju tempat itu. Sampai di lokasi cetak tiket, saya celingukan. Ini bagaimana mencetaknya. Lagi-lagi seorang petugas di stasiun membimbing hingga saya bisa mencetak sendiri tiket. Alhamdulillah lancar. Ini benar-benar pengalaman baru, saya belum pernah melakukan perjalanan kereta sebelumnya, belum pernah melakukan proses pembelian tiket kereta itu seperti apa. Kemudahan fasilitas dan keramahan petugas di stasiun melancarkan urusan.

Setibanya di dalam gerbong dan menemukan tempat duduk, saya serupa anak kecil yang melihat mainan baru. Benar-benar baru! Setiap sisi kereta saya amati satu-persatu. Ruangan gerbong cukup bersih. Barang bawaan penumpang berjajar rapi di atas tempat barang. Penumpang duduk tertata di tempatnya, tak ada yang mencoba menggelar tikar di bawah kursi atau tiduran di lorong sehingga menyusahkan siapa pun yang melewatinya. Tak tampak satu pun pengamen atau pedagang dalam kereta kecuali pegawai yang menawarkan makanan, minuman, atau sewa bantal. Udara di dalam kereta cukup sejuk, tak ada suara berteriak kepanasan. Seperti bumi dan langit jika saya sandingkan dengan kenangan berkereta di masa lampau.
 
Sumber: Dokumen pribadi. Kebersihan dan keamanan stasiun Semarang Tawang yang selalu terjaga.
Pengalaman berkereta ke Blitar itu mendorong perjalanan kereta berikutnya dan saya mulai menikmatinya. Pernah saya harus ke Ngawi untuk sebuah urusan. Saya kembali memilih naik kereta. Dari Jakarta sore, sampai di Ngawi dini hari. Seharian menyelesaikan urusan, malamnya pukul 24.00 wib kembali bertolak ke Jakarta naik kereta. Begitu pula saat harus ke Blitar lagi. Berangkat dari Jakarta petang, sampai di Blitar pagi hari. Siangnya bertemu dengan sejumlah relasi. Petang di hari yang sama, melanjutkan perjalanan kereta ke Jogjakarta. Tiba di Jogjakarta jelang pagi, siang menjalankan agenda, malamnya kembali ke Jakarta. Sepanjang perjalanan saya bisa istirahat nyaman di dalam kereta executive.


Semakin Nyaman
Saat melakukan perjalanan kereta pertengahan bulan Agustus 2017 dari Semarang ke Jakarta, saya sempat ragu saat sudah berada di pintu gerbong. Biasanya duduknya per area, kenapa sekarang sebagian ‘duduk maju’ dan sebagian ‘duduk mundur’?
“Betul, ini kereta tujuan Jakarta yang Ibu maksud,” terang petugas saat saya memastikan.
Saya kembali mengamati setiap sudut. Ini bukan kali pertama naik kereta yang sama, namun sebagian interior memang telah berubah; tersedianya tempat minum khusus di depan masing-masing kursi penumpang, tirai jendela yang bisa ditutup atau dibuka sesuai keinginan penumpang, serta tayangan visual yang lebih bisa dinikmati. Dan, ada satu kenyamanan lagi, yaitu, tiadanya pemeriksaan tiket manual di atas kereta. Entah mengapa sejak awal naik kereta, saya kurang nyaman jika petugas mulai memeriksa tiket penumpang satu persatu di atas kereta. Apakah tidak ada cara pemeriksaan tiket lebih efisien sehingga penumpang lebih nyaman? Begitulah kira-kira pertanyaan dalam hati saat itu dan  sekarang telah terjawab. Tak ada lagi pemeriksaan tiket yang mengharuskan tiap penumpang menunjukkan tiketnya di atas kereta. Wow! Semakin jatuh cinta pada perjalanan kereta.

Penumpang Setia Kereta
Kesetiaan naik kereta ini bukan hanya saat perjalanan luar kota. Ketika ada kepentingan di wilayah Jabodetabek pun, saya lebih memilih naik commuter line. Dahulu sebelum mengetahui jadwal kepadatan commuter line, saya kerap tergencet di antara penumpang. Guna menghindari desakan penumpang commuter line yang kadang cukup memprihatinkan, saya kerap memilih menghindari jam-jam padat, yaitu saat berangkat atau pulang kerja karyawan.

Sumber Foto: Dokumen pribadi. Lengang. Saya sering menghindari jam-jam padat commuterline

Seperti halnya kereta api jarak jauh, saya juga merasakan kenyamanan di commuter line. Udara sejuk, lantai bersih, serta petugas keamanan yang selalu siap membantu penumpang. Biasanya saat penumpang kebingungan menentukan kereta jurusan berikutnya, maka si petugas akan membantu menjelaskan detail. Sebuah pengalaman tak terlupa ketika suatu hari saya pulang dari sebuah keperluan. Saat itu berada di stasiun Manggarai hendak ke Serpong. Malam sudah larut. Saya menunggu commuter line ke arah Tanah Abang. Terlalu lama menunggu hingga muncul kekhawatiran bagaimana jika commuter line terakhir dari stasiun Tanah Abang ke Serpong sudah berangkat? Segera saya menghubungi petugas di stasiun Manggarai dan menyampaikan masalah. Benar saja! Commuter line terakhir dari stasiun Tanah Abang ke Serpong sebentar lagi berangkat. 

“Selamat malam. Tolong tunda keberangkatan ke Serpong, ini masih ada penumpang tertunda di Manggarai, sepuluh menit lagi krl datang. Bagaimana, jelas?” ucap si Bapak berseragam putih biru.
“Siap. Bisa diterima,” kurang lebih seperti itu suara yang bisa saya tangkap.
Lega rasanya. Saya langsung mengucapkan terima kasih dan buru-buru kembali ke peron.

 Kereta Api Masa Depan
Di setiap menempuh perjalanan kereta api, ada semacam angan-angan yang menggelitik. Setiap melakukan perjalanan kereta saya selalu membawa bacaan. Majalah atau buku itu saya nikmati jika tak ingin tidur di perjalanan. Hanya kadang-kadang kenikmatan membaca itu terusik oleh teriakan atau tangisan anak kecil yang sulit berhenti sepanjang perjalanan. Saya lalu membayangkan betapa nikmatnya seandainya tersedia gerbong perpustakaan mini selain gerbong restorasi di dalam kereta. Saya dan penumpang lain yang terganggu suara histeris anak-anak bisa berpindah ke gerbong perpuskaan. Anak-anak yang rewel pun barangkali bisa terhibur dengan menikmati bacaan di gerbong perpustakaan

Jika PT KAI berhasil melengkapi fasilitas perpustakaan atau rail library pada generasi terbaru rail clinic maka mudah-mudahan suatu saat tersedia juga sebuah perpustakaan nyaman di gerbong kereta.

Saya membayangkan betapa semakin nyaman perjalanan jika saya bisa melahap buku sepanjang perjalanan. Bahkan, sebagai seorang yang menyukai dunia membaca dan menulis, saya berangan-angan suatu hari bisa menjembatani antara PT KAI dengan Penerbit buku dalam hal pengadaan buku untuk perpustakaan di gerbong kereta.

Ilustrasi Gambar: Alindi. Semoga suatu hari ada perpustakaan di gerbong kereta.

Hari ini saya kembali duduk di atas kereta untuk menempuh perjalanan ke luar kota. Saya tersenyum. Perasaan kesal saat berkereta puluhan tahun silam itu kini berubah menjadi sebuah keriangan tersendiri setiap kali memasuki pintu gerbong kereta. Ada perasaan bangga mengalir yang sulit diceritakan, serupa perasaan seorang Ibu yang menyaksikan keberhasilan putra-putrinya dalam mewujudkan cita-citanya setelah sekian waktu berjuang. 

Saya telah membuktikan bahwa kinerja PT Kereta Api Indonesia semakin baik dari waktu ke waktu. Tidak mengherankan jika akhirnya tahun ini PT KAI berhasil meraih dua penghargaan, yakni Juara Dua Kategori Tata Kelola Terbaik dan Juara Satu Kategori Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Terbaik. Semoga kinerja PT KAI akan terus membaik dan mampu menjawab harapan seluruh masyarakat Indonesia. Harapan kami semoga  PT KAI terus memperbaiki semua unit dan meningkatkan upaya keamanan serta keselamatan sehingga semakin berkurang angka kecelakaan kereta api di Indonesia. Selamat Hari Kereta Api yang ke-72.


Serpong, 19 September 2017

Santienuur Kaf
Penulis Lepas
Ig: shainakaf

Ctt: Tulisan ini sedang diikutsertakan dalam lomba menulis artikel yang diadakan PT KAI.



Senin, 25 September 2017

Hadiah Allah



Gerimis akhir September sore ini menyeret anganku ke masa silam…
Dulu sekali, aku pernah punya kegiatan segambreng. Berenang, senam, dan kadang-kadang menari. Semasa kuliah, aku sering diajak teman ke masjid kampus mengikuti pengajian rutin. Setiap di masjid, aku selalu sibuk mengatur cara duduk. Aku belum berpakaian sebagaimana muslimah lainnya yang memakai hijab. Setiap kali mengikuti kajian rutin di masjid, buru-buru aku mencari mukena untuk menutup tubuh bagian bawah. Duh, malu sekali waktu itu.
Suatu Malam…
            Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan aku mencari sesuatu. Sesuatu itu akhirnya menghampiriku, di malam yang hening, tepat di usiaku yang ke-20. Alhamdulillah Ya Allah. Teman-teman sempat bengong melihat penampilan baruku. Ada yang histeris memeluk dan menumpahkan air mata syukur. Ada yang memandang tidak suka entah sebab apa. Ada yang terang-terangan mencibir dan berani bertaruh, umur kerudungku hanya seumur jagung. Ada yang mencoba merontokkan niat hijrahku dengan mengingatkan sederet jadwal renang dan senam.
Saat itu pakaian renang atau senam untuk pemakai hijab belum seperti sekarang ini; yang tetap bisa berenang dengan pakaian renang syar’i. Ini berarti ketika aku telah memutuskan berhijrah meninggalkan pakaian lama, maka berhenti pula kegiatan berenang, senam, serta menari. Tidak masalah! Aku ingin menjadi wanita salihah.
Bersama buah hati. Semoga istiqamah dalam niat memperbaiki diri.
Sambutan teman-teman akan penampilan baruku belumlah usai. Aku menerima segebok surat kaleng. Sayang banget kakimu sekarang kau balut kain panjang. Sialan! Aku tuch paling suka ngintip kamu renang. Boddy cakep kok ditutup, dasar sok alim! Astaghfirullah. Surat-surat itu semakin membuka mataku, betapa banyak dosa yang telah kuhimpun jika aku tidak segera berhijrah.
Akhirnya, rangkaian teror dalam surat kaleng itu justru menguatkan niat; Bismillah Ya Allah, aku berniat berhijab untuk mencari ridhaMu, tolonglah aku menghadapi semua tantangan berhijrah ini, tiada hal sulit jika Engkau menghendakinya mudah, aamiin. Sejak itu ke mana pun pergi aku berhijab.
Hadiah…
Dua hari setelah wisuda di sebuah program diploma di kota Malang, aku membaca sebuah lowongan pekerjaan di luar kota. Lowongan itu sesuai jurusan saat kuliah. Aku mencoba melamarnya dan dua minggu kemudian aku mendapat panggilan interview, berlanjut sederet tes tulis. Satu bulan setelah proses seleksi tersebut, aku kembali menerima panggilan.
Namun, betapa aku terpana saat berada di lokasi. Di antara lima pelamar kerja yang semua wanita, hanya aku yang berhijab. Allah, jika Engkau takdirkan aku menjemput rezeki di sini, tiada yang tidak mungkin.
Semua pelamar meninggalkan ruangan dengan wajah sumringah. Sepertinya mereka lancar melewati panggilan terakhir ini. Aku ikut senang.
Giliranku melewati proses wawancara.
“Kenapa pakai kerudung?” tanya Kepala Bagian Personalia.
Aku menjelaskan alasanku dengan yakin, bahkan aku berani mencomot sepenggal firman Allah SWT tentang kewajiban menutup aurat bagi seorang muslimah.
Bapak Kepala Bagian Personalia itu tersenyum. “Seandainya kamu diterima di perusahaan ini tetapi harus melepas kerudung, bagaimana?”
Aku terdiam sejenak.
“Maaf Pak, sejak memakai kerudung saya bertekad tidak ingin melepasnya. Kalau memang ini keputusan perusahaan untuk tidak menerima karyawati berkerudung, saya memilih mencari pekerjaan di tempat lain.”
Senyum Bapak berkaca mata itu mengembang. Senyum yang tak kumengerti maknanya. Tepat satu bulan kemudian, datang keputusan dari langit bahwa aku diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta nasional. Alhamdulillah. Sebuah kenyataan yang awalnya sulit kupercaya. Baru saja diwisuda, langsung diterima kerja, di saat teman lainnya masih sibuk mencari-cari lowongan. Air mataku luruh saat melihat besarnya gaji yang akan kuterima. Niatku berhijab ingin memperbaiki diri, ingin meninggalkan keburukan-keburukan, namun Allah memberiku lebih. Walaupun banyak tantangan saat berniat menutup aurat, Alhamdulillah aku merasa jadi lebih baik dengan berhijrah. Semoga bisa menjadi hikmah, menjadi seorang muslimah inspiratif bagi kaumku khususnya untuk buah hatiku. Tak ada terlambat untuk sebuah niat baik.
Gerimis akhir September reda, namun kedua pipiku semakin basah oleh air mata syukur.

 Note: Kisah ini ditulis untuk mengikuti sebuah kompetisi blog saliha.id. Ikutan kirim yuk...