Gerimis
akhir September sore ini menyeret anganku ke masa silam…
Dulu sekali, aku pernah punya kegiatan segambreng. Berenang,
senam, dan kadang-kadang menari. Semasa
kuliah, aku sering diajak teman ke masjid kampus
mengikuti pengajian rutin. Setiap di
masjid, aku selalu sibuk mengatur
cara duduk. Aku belum berpakaian
sebagaimana muslimah lainnya yang
memakai hijab. Setiap kali mengikuti kajian rutin di
masjid, buru-buru aku mencari mukena untuk
menutup tubuh bagian bawah. Duh, malu
sekali waktu itu.
Suatu
Malam…
Berhari-hari, berminggu-minggu,
berbulan-bulan aku mencari sesuatu. Sesuatu itu akhirnya menghampiriku, di malam yang hening,
tepat di usiaku yang ke-20. Alhamdulillah Ya Allah.
Teman-teman sempat bengong
melihat penampilan baruku.
Ada yang histeris memeluk dan menumpahkan air mata syukur. Ada yang memandang tidak suka entah sebab
apa. Ada yang terang-terangan mencibir dan berani bertaruh, umur kerudungku hanya seumur jagung.
Ada yang mencoba merontokkan niat
hijrahku dengan mengingatkan sederet jadwal
renang dan senam.
Saat
itu pakaian renang atau senam untuk pemakai
hijab belum
seperti sekarang ini; yang tetap
bisa berenang dengan pakaian renang syar’i.
Ini berarti ketika aku telah
memutuskan berhijrah meninggalkan pakaian lama, maka berhenti pula kegiatan
berenang, senam, serta menari. Tidak masalah! Aku ingin menjadi wanita salihah.
![]() |
Bersama buah hati. Semoga istiqamah dalam niat memperbaiki diri. |
Sambutan teman-teman akan penampilan baruku belumlah
usai. Aku menerima segebok surat kaleng. Sayang banget kakimu sekarang
kau
balut kain panjang. Sialan! Aku tuch paling suka ngintip kamu renang. Boddy cakep kok
ditutup, dasar sok alim! Astaghfirullah.
Surat-surat itu semakin membuka mataku,
betapa banyak dosa yang telah
kuhimpun jika aku tidak segera berhijrah.
Akhirnya,
rangkaian teror dalam surat kaleng itu justru menguatkan niat; Bismillah Ya Allah, aku berniat berhijab untuk mencari ridhaMu, tolonglah
aku menghadapi semua tantangan berhijrah ini, tiada hal sulit jika Engkau
menghendakinya mudah, aamiin. Sejak itu ke mana pun
pergi aku berhijab.
Hadiah…
Dua hari setelah wisuda di sebuah program diploma di kota Malang,
aku membaca sebuah lowongan
pekerjaan di luar kota.
Lowongan itu sesuai jurusan saat kuliah.
Aku mencoba melamarnya dan
dua minggu kemudian aku
mendapat panggilan interview, berlanjut sederet tes tulis. Satu bulan setelah proses seleksi tersebut, aku kembali
menerima panggilan.
Namun,
betapa aku terpana saat berada di lokasi. Di antara lima pelamar kerja yang semua
wanita, hanya aku
yang berhijab. Allah, jika Engkau
takdirkan aku menjemput rezeki di sini, tiada
yang tidak mungkin.
Semua pelamar meninggalkan ruangan dengan wajah
sumringah. Sepertinya mereka lancar melewati panggilan terakhir ini. Aku ikut
senang.
Giliranku melewati proses wawancara.
“Kenapa
pakai kerudung?” tanya Kepala Bagian Personalia.
Aku menjelaskan alasanku dengan yakin, bahkan aku berani mencomot
sepenggal firman Allah SWT tentang kewajiban menutup aurat bagi seorang
muslimah.
Bapak Kepala Bagian Personalia itu
tersenyum. “Seandainya
kamu diterima
di perusahaan ini tetapi harus melepas
kerudung, bagaimana?”
Aku terdiam sejenak.
“Maaf
Pak, sejak memakai kerudung
saya bertekad tidak ingin melepasnya. Kalau memang ini keputusan perusahaan untuk tidak menerima karyawati berkerudung,
saya memilih mencari
pekerjaan di tempat lain.”
Senyum Bapak berkaca mata itu mengembang. Senyum yang
tak kumengerti maknanya. Tepat satu bulan kemudian, datang keputusan
dari langit bahwa aku
diterima bekerja di sebuah perusahaan
swasta nasional. Alhamdulillah. Sebuah kenyataan yang
awalnya sulit kupercaya. Baru saja diwisuda, langsung diterima kerja, di saat
teman lainnya masih sibuk mencari-cari lowongan. Air mataku luruh saat melihat
besarnya gaji yang akan kuterima. Niatku berhijab ingin memperbaiki diri, ingin
meninggalkan keburukan-keburukan, namun Allah memberiku lebih. Walaupun banyak
tantangan saat berniat menutup aurat, Alhamdulillah aku merasa jadi lebih baik dengan berhijrah.
Semoga bisa menjadi hikmah, menjadi seorang muslimah inspiratif bagi kaumku khususnya untuk buah hatiku. Tak ada terlambat untuk sebuah
niat baik.
Gerimis akhir September reda, namun kedua pipiku
semakin basah oleh air mata syukur.
Note: Kisah ini ditulis untuk mengikuti sebuah kompetisi blog saliha.id. Ikutan kirim yuk...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar