Sabtu, 04 Februari 2017

Hadiah Untuk Ibu

Oleh: Santi Nuur
(Dimuat di majalah Potret 2010)
Hujan baru saja reda ketika Fika dan Alma selesai mengejakan PR. Fika dan Alma adalah kakak beradik yang rajin. Keduanya sering membantu ibu. Tak heran jika Fika mulai pandai memasak.
Seperti sore itu…
“Alma lapar,” keluh Alma di depan TV.
“Makan Dek…” Fika membereskan buku-buku pelajaran lalu memasukkan alat tulis ke dalam kotak pensil.
“Makan apa?” Alma berlari ke meja makan lalu mengintip sesuatu di bawah tudung saji.
“Ibu sudah masak sebelum pergi sama Bapak tadi, Dek.”
“Iya, tapi Alma maunya makan kue.”
Fika melangkah ke sebelah Alma lalu menyebarkan pandangan ke atas meja makan. Dua tangannya membuka toples, namun tak ada apapun di dalamnya. Fika lalu bergeser ke kanan. Membuka pintu kulkas dan memeriksa isinya dengan teliti.
Setengah membungkuk, Fika menarik laci dingin. Ada beberapa coklat dan permen. Jangan ah nanti  malah nggak mau makan, pikir Fika. Ia lantas berjongkok. Apel dan jeruk persis di hadapannya, “buah mau Dek?” tanya Fika tanpa mengubah posisi jongkok.
“Tadi sudah makan buah, Kak.” Suara Alma dari balik pintu kulkas.
“Ehm, apa ya….” Fika menarik tempat sayur paling bawah. “Tumis sayuran mau?” lanjutnya.
“Alma mau yang digoreng…” Alma kini berdiri di belakang Fika.
“Kalau begitu, tolong belikan tepung bumbu di warung sebelah ya.”
“Siap Kak. Bungkus besar atau yang kecil?” wajah Alma mendadak ceria.
“Yang besar sekalian ya,” Fika berdiri menutup pintu kulkas, lalu meraih uang di atas meja.
“Iya, kalau ada kembalian buat beli permen ya,” Alma berangkat ke warung.
“Jangan Dek, giginya udah habis gitu. Koinnya dikumpulin saja ya,” tutur Fika.
“Oke dech…” suara Alma menghilang di luar pagar.
Satu jam kemudian meja makan di dapur mirip tukang jualan gorengan. Tentu saja Alma girang bukan kepalang. Fika membagi makanan menjadi dua piring. Satu piring kecil sayuran goreng akan dinikmatinya bersama Alma. Sepiring besar dihadiahkan untuk ibu. Fika menambahkan beberapa irisan tomat dan timun di pinggir piring.

“Phuih, cantiknya. Untuk apa Kak?” tanya Alma kaget.
“Ssst, bulan Desember ini kan hari ibu, jadi sekalian dech bikin hadiah khusus untuk ibu. Yang ini jangan diambil ya,” pesan Fika.
“Untuk Bapak, mana?” Alma mengambil buncis yang sudah dibalut tepung.
“Bapak? Ya jadi satu sama Ibu. Bapak kan soulmate-nya Ibu.” Fika tersenyum memandang hasil pekerjaannya.
“Apa sih soulmate Kak?”
“Belahan jiwa. Sudah lah, yuk kita tata di ruang tengah.” Fika mengangkat piring.
Baru saja Fika menaruh piring di atas meja, terdengar kendaraan berhenti di depan.  Fika dan Alma berlari menyambut kedua orang tuanya.
“Waalaikum salam…” balas Fika dan Alma setelah mendengar salam ibu.
“Wah, ada apa ini kok senyum-senyum semua?” tanya ibu.
“Kak Fika…”  kalimat Alma terhenti oleh ucapan Fika yang lebih cepat.
“Ada hadiah khusus untuk Ibu, pasti Ibu suka.” Fika memandang ibu lalu melirik meja di hadapannya.
“Hadiah? Siapa yang sedang berulang tahun?” ibu benar-benar tak mengerti.
“Ini kan hari istimewa untuk seluruh Ibu di negeri ini!” Fika sengaja bicara agak keras.
“Oh iya, betul betul betul.” Bapak tersenyum memandang kedua putrinya.
Satu, dua, tiga…
“Selamat hari Ibu!” ucap Fika dan Alma kompak.
Semua memberi ucapan dan mencium ibu bergantian.
“Dan ini hadiah khusus untuk Ibu dari kami berdua,” ucap Fika.
Sementara Alma tersenyum malu-malu sambil menyerahkan piring yang tertutup tisu ke arah ibu.
“Alhamdulillah, apa ini?” ibu tidak menduga akan mendapatkan hadiah istimewa.
 “Enak sekali loh…” dua jempol Alma mengacung.
“Wow, kalian memang anak hebat,” puji ibu.
 “Wah, siapa yang bikin?” susul bapak.
“Kak Fika. Kak Fika yang  hebat!” sahut Alma memuji kakaknya.
Kalimat Alma membuat wajah Fika merona merah. Tak ada kata maupun kalimat meluncur dari gadis berambut sebahu itu.
“Hmm, alhamdulillah enak sekali…” ibu menyicip terung goreng tepung.
“Yang mana yang enak?” Fika berdiri di samping ibu.
“Semua enak...” ucap bapak setelah mencoba satu persatu.
“Alhamdulillah. Tadi hanya coba-coba. Dek Alma bilang lapar, tapi disuruh makan nggak mau. Ya sudah bikin sayur goreng tepung.” Fika kemudian ikut makan.
Sore itu seisi rumah menikmati menu baru berupa sayuran goreng tepung. Tadi Fika mengiris terung ungu tipis-tipis kemudian membungkusnya dengan tepung. Begitu pula daun bayam dan buncis.  Setelah sayuran dicuci bersih, digulingkannya ke atas tepung bumbu. Semua sayuran seperti memakai bedak tebal. Kemudian digoreng sampai matang. Hasilnya, sayur goreng gurih dan krispi. Hmm, yummy…
  “Bulan depan pengajiannya di sini, kita bikin ini lagi yuk…” tangan ibu meraih tisu.
“Cocok, cocok. Nanti Bapak mau bantu.” bapak menerima tisu dari ibu.
“Apa? Bapak mau bantu?” ibu memungut remahan tepung di atas meja.
“Maksud Bapak, Bapak bantu makan hahaha…”
“Oh, kalau itu sudah pasti, sssh…” ibu menahan pedas saos sambal.
“Hehehe… maafin Bapak ya, Bapak bercanda.”
Semua tertawa gembira.

Ket: naskah asli sebelum diedit redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar