Oleh: Santi Nuur
(Dimuat di majalah Potret 2010)
Hujan baru saja
reda ketika Fika dan Alma selesai mengejakan PR.
Fika dan Alma
adalah kakak beradik yang rajin. Keduanya sering membantu ibu. Tak heran jika
Fika mulai pandai memasak.
Seperti sore itu…
“Alma
lapar,” keluh Alma
di depan TV.
“Makan Dek…” Fika
membereskan buku-buku pelajaran lalu memasukkan alat tulis ke dalam kotak
pensil.
“Makan apa?” Alma berlari ke meja makan
lalu mengintip sesuatu di bawah tudung saji.
“Ibu sudah masak
sebelum pergi sama Bapak tadi, Dek.”
“Iya, tapi Alma maunya makan kue.”
Fika melangkah ke
sebelah Alma
lalu menyebarkan pandangan ke atas meja makan. Dua tangannya membuka toples,
namun tak ada apapun di dalamnya. Fika lalu bergeser ke kanan. Membuka pintu
kulkas dan memeriksa isinya dengan teliti.
Setengah
membungkuk, Fika menarik laci dingin. Ada
beberapa coklat dan permen. Jangan ah nanti malah nggak mau makan, pikir Fika. Ia lantas
berjongkok. Apel dan jeruk persis di hadapannya, “buah mau Dek?” tanya Fika
tanpa mengubah posisi jongkok.
“Tadi sudah makan
buah, Kak.” Suara Alma
dari balik pintu kulkas.
“Ehm, apa ya….”
Fika menarik tempat sayur paling bawah. “Tumis sayuran mau?” lanjutnya.
“Alma mau yang digoreng…” Alma kini berdiri di belakang Fika.
“Kalau begitu,
tolong belikan tepung bumbu di warung sebelah ya.”
“Siap Kak. Bungkus
besar atau yang kecil?” wajah Alma
mendadak ceria.
“Yang besar
sekalian ya,” Fika berdiri menutup pintu kulkas, lalu meraih uang di atas meja.
“Iya, kalau ada
kembalian buat beli permen ya,” Alma berangkat ke warung.
“Jangan Dek,
giginya udah habis gitu. Koinnya dikumpulin saja ya,” tutur Fika.
“Oke dech…” suara Alma menghilang di luar
pagar.
Satu jam kemudian
meja makan di dapur mirip tukang jualan gorengan. Tentu saja Alma girang bukan kepalang. Fika membagi
makanan menjadi dua piring. Satu piring kecil sayuran goreng akan dinikmatinya
bersama Alma. Sepiring besar dihadiahkan untuk ibu. Fika menambahkan beberapa
irisan tomat dan timun di pinggir piring.
“Phuih, cantiknya.
Untuk apa Kak?” tanya Alma kaget.
“Ssst, bulan Desember
ini kan hari ibu, jadi sekalian dech bikin hadiah khusus untuk ibu. Yang ini
jangan diambil ya,” pesan Fika.
“Untuk Bapak,
mana?” Alma mengambil buncis yang sudah dibalut tepung.
“Bapak? Ya jadi
satu sama Ibu. Bapak kan soulmate-nya
Ibu.” Fika tersenyum memandang hasil pekerjaannya.
“Apa sih soulmate Kak?”
“Belahan jiwa.
Sudah lah, yuk kita tata di ruang tengah.” Fika mengangkat piring.
Baru saja Fika
menaruh piring di atas meja, terdengar kendaraan berhenti di depan. Fika dan Alma
berlari menyambut kedua orang tuanya.
“Waalaikum salam…”
balas Fika dan Alma
setelah mendengar salam ibu.
“Wah, ada apa ini
kok senyum-senyum semua?” tanya ibu.
“Kak Fika…” kalimat Alma terhenti oleh ucapan Fika yang
lebih cepat.
“Ada hadiah khusus
untuk Ibu, pasti Ibu suka.” Fika memandang ibu lalu melirik meja di hadapannya.
“Hadiah? Siapa
yang sedang berulang tahun?” ibu benar-benar tak mengerti.
“Ini kan hari
istimewa untuk seluruh Ibu di negeri ini!” Fika sengaja bicara agak keras.
“Oh iya, betul
betul betul.” Bapak tersenyum memandang kedua putrinya.
Satu, dua, tiga…
“Selamat hari
Ibu!” ucap Fika dan Alma kompak.
Semua memberi
ucapan dan mencium ibu bergantian.
“Dan ini hadiah
khusus untuk Ibu dari kami berdua,” ucap Fika.
Sementara Alma
tersenyum malu-malu sambil menyerahkan piring yang tertutup tisu ke arah ibu.
“Alhamdulillah,
apa ini?” ibu tidak menduga akan mendapatkan hadiah istimewa.
“Enak sekali loh…” dua jempol Alma mengacung.
“Wow, kalian
memang anak hebat,” puji ibu.
“Wah, siapa yang bikin?” susul bapak.
“Kak Fika. Kak
Fika yang hebat!” sahut Alma memuji
kakaknya.
Kalimat Alma
membuat wajah Fika merona merah. Tak ada kata maupun kalimat meluncur dari
gadis berambut sebahu itu.
“Hmm,
alhamdulillah enak sekali…” ibu menyicip terung goreng tepung.
“Yang mana yang
enak?” Fika berdiri di samping ibu.
“Semua enak...”
ucap bapak setelah mencoba satu persatu.
“Alhamdulillah.
Tadi hanya coba-coba. Dek Alma bilang lapar, tapi disuruh makan nggak mau. Ya
sudah bikin sayur goreng tepung.” Fika kemudian ikut makan.
Sore itu seisi
rumah menikmati menu baru berupa sayuran goreng tepung. Tadi Fika mengiris
terung ungu tipis-tipis kemudian membungkusnya dengan tepung. Begitu pula daun
bayam dan buncis. Setelah sayuran dicuci
bersih, digulingkannya ke atas tepung bumbu. Semua sayuran seperti memakai
bedak tebal. Kemudian digoreng sampai matang. Hasilnya, sayur goreng gurih dan
krispi. Hmm, yummy…
“Bulan depan pengajiannya di sini, kita bikin
ini lagi yuk…” tangan ibu meraih tisu.
“Cocok, cocok. Nanti
Bapak mau bantu.” bapak menerima tisu dari ibu.
“Apa? Bapak mau
bantu?” ibu memungut remahan tepung di atas meja.
“Maksud Bapak,
Bapak bantu makan hahaha…”
“Oh, kalau itu
sudah pasti, sssh…” ibu menahan pedas saos sambal.
“Hehehe… maafin
Bapak ya, Bapak bercanda.”
Semua tertawa
gembira.
Ket: naskah asli sebelum diedit redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar